Opini Citizen Journalism
Kamuflase Lewat Bahasa
DIAM adalah emas, tapi bicara baik adalah berlian. Maka berbuat baiklah!– Anonim. Berbicara tentan
Oleh Ike Revita, Penulis adalah Dosen Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas (Unand)
DIAM adalah emas, tapi bicara baik adalah berlian. Maka berbuat baiklah!– Anonim
Berbicara tentang kata dalam penggunannya adalah ‘sesuatu banget’.
Penulis katakan demikian karena hal ini bertemali erat dengan bahasa.
Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki sekeranjang fungsi. Di antara fungsi bahasa itu adalah sebagai alat untuk mengekspresikan perasaan/pikiran.
Bahasa juga dapat menjadi adaptor atau alat untuk beradaptasi. Melalui bahasa, kontrol sosial bisa dilakukan.
Hal yang jelas, bahasa itu menjadi cermin dari penuturnya. Dari bahasa yang digunakan, seorang penutur dapat diidentifikasi daerah asalnya, status sosial, jenis kelami, atau tingkat pendidikan.
Baca juga: Indahnya Baso
Ada memang orang yang memiliki kemampuan untuk berkamuflase dalam berbahasa. Language as social identity nya bisa ditutupi.
Kemampuan ini salah satunya dipicu karena orang ini adalah seorang bilingual atau multilingual. Menguasai dua bahasa atau lebih membuat dia berhasil mengaburkan identitas.
Meskipun demikian, hal ini tidak bisa bertahan lama. Seorang penutur akan kembali menjadi penutur yang aslinya saat komunikasi sudah berlangsung cukup lama.
Contohnya, adalah ketika komunikasi dilakukan seharian dalam bentuk interaksi, maka status sosialnya bisa diidentifikasi.
Seorang teman yang berasal dari suku tertentu di Indonesia mencoba menggunakan Bahasa Indonesia dengan dialek etnis lain.
Bagi orang yang tidak pernah melakukan kontak atau meninggalkan daerah asalnya, teman ini dapat saja dinilai berasal dari etnis dialek yang digunakan.
Akan tetapi, satu hal yang tidak bisa dihindari adalah ketika dituturkan pada seorang linguis atau peneliti bahasa, daerah asal teman ini bisa ditebak dengan tepat.
Setiap bahasa memiliki keunikan dan kekhasan. Ada fitur-fitur khusus yang dimiliki oleh suatu bahasa tetapi tidak dimiliki bahasa lain.
Saat penutur Bahasa A menggunakan Bahasa B, maka kemampuan berbahasa B penutur Bahasa A tidak akan sefasih penutur asli Bahasa B.
Akan berbeda jika penutur Bahasa A memiliki orang tua penutur Bahasa B tetapi Bahasa A ini sudah menjadi bahasa ibunya. Dengan kata lain, penutur ini termasuk ke dalam native bahasa ibunya ini.
Terjadinya kontak bahasa atau kawin campur antarpenutur bahasa yang berbeda dapat menjadi salah satu penyumbang dari kamuflase berbahasa.
Misalnya, ketika si A yang berasal dari Suku X menikah dengan si B yang berasal dari Suku Y. A dan B adalah penutur dua bahasa berbeda.
Saat mereka memiliki anak, salah satu dari bahasa A dan B atau mungkin Bahasa C menjadi bahasa ibu bagi anak mereka.
Saat anak ini berkomunikasi menggunakan bahasa dari Suku Y, bisa saja identitas Suku Y ini tidak tergambar.
Demikian juga saat menggunakan bahasa Suku X, karena justru yang lebih dominan adalah Bahasa Z sebagai bahasa ibunya.
Ini adalah contoh kamuflase bahasa tetapi tidak sengaja dilakukan. Disebutkan demikian karena perkawinan campuran dapat membuat anak menjadi bilingual atau multilingual.
Bilingual untuk bahasa ayah dan ibunya, dan multilingual untuk bahasa lain yang dikenalkan ke anak saat pertama kali lahir.

Fenomena ini banyak terjadi dalam masyarakat. Sungguhpun demikian, kamuflase bahasa ini memang tidak bisa dihindari.
Apalagi dengan kecanggihan teknologi yang membuat dunia begitu dekat. Menggunakan teknologi, orang dapat berkomunikasi dari satu belahan bumi ke belahan lainnya.
Komunikasi itu salah satunya menggunakan media smart phone. Dengan fitur yang juga canggih, banyak informasi yang bisa dibagi.
Membutuhkan dana yang cukup murah, interaksi lintasbahasa dengan mudah dapat dilakukan.
Kemudahan ini juga menjadi penyumbang dalam menciptakan kamuflase berbahasa.
Kontak bahasa dapat memperkaya kemampuan seorang penutur lewat penguasaan bahasa lain.
Dengan smartphone, intensitas kontak bahasa bisa ditingkatkan.
Ini adalah realita bahwa kamuflase dapat dilakukan lewat bahasa. Kamuflase untuk hal positif bisa diteruskan tetapi tidak untuk yang negatif.(*)