Opini
Perempuan dan Kepemimpinan: Perempuan Juga Punya Kapabilitas dan Kesempatan Menjadi Pemimpin
Jargon mengenai kesetaraan gender kini marak digaungkan oleh para aktivis sosial, public figure hingga para politikus Indonesia. Gender masih sering d
Jargon mengenai kesetaraan gender kini marak digaungkan oleh para aktivis sosial, public figure hingga para politikus Indonesia. Gender masih sering dipersoalkan karena secara efektivitas telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan. Perbedaan inilah akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif akan akses serta partispasi antara laki-laki dan perempuan. Terlebih lagi sampai saat ini budaya patriarki masih langgeng berkembang di tatanan masyarakat Indonesia. Budaya ini dapat ditemukan dalam berbagai ruang lingkup seperti pendidikan, politik, ekonomi hingga hukum. Oleh karena itu beberapa public figure seperti Najwa Shihab, Gita Savitri Devi, Hanna Al Rashid, Kalis Mardiasih sering membagikan berbagai konten perihal kesetaraan gender guna memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pentingnya kesetaraan gender di Indonesia.
Baca juga: Sumbar Peroleh Opini WTP Lima Tahun Berturut-turut, Gubernur Mahyeldi Singgung Ketaatan pada Aturan
Baca juga: Opini: Alumni Kuat Perguruan Tinggi Hebat
Keadilan dan kesetaraan gender yang terus di perjuangkan di Indonesia hingga saat ini mampu merubah posisi seorang ibu rumah tangga menjadi pemimpin, perempuan bisnis hingga wanita karir yang mampu bersaing dalam berbagai aspek. Namun, yang sangat disayangkan adalah kemampuan perempuan sering dipertanyakan oleh beberapa kalangan masyarakat. Pernyataan-pernyataan seperti “perempuan itu adalah makhluk emosional”, “perempuan kurang baik dalam mengambil keputusan”, hingga “perempuan itu kurang baik dijadikan pemimpin” masih sering terdengar. Lalu bagaimanakah sebenarnya kepemimpinan perempuan dalam sebuah organisasi?
Tingkat efisiensi dan efektifitas suatu organisasi ditentukan oleh karakter seorang pemimpin. Pemimpin sebagai salah satu sumber daya pada organisasi haruslah dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas suatu organisasi. Bawahan atau karyawan yang terampil sangat diperlukan untuk mengoperasikan peralatan-peralatan yang canggih dan modern untuk mendapatkan suatu hasil yang bisa diharapkan oleh suatu perusahaan (Snell dan Bohlander, 2010). Menurut Robins (2010) kepemimpinan merupakan proses memimpin sebuah kelompok dan memengaruhi kelompok itu dalam mencapai tujuan. Perempuan sebagai pemimpin telah berlangsung dalam kurun waktu yang lama di Indonesia terutama pada profesi tenaga akademis, keperawatan dan usaha-usaha. Banyaknya usia 15 tahun keatas daripada laki-laki usia 15 tahun ke atasa pada periode 2015-2019 menunjukkan semakin terbukanya kesempatan kepada perempuan sebagai pemimpin dan mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan (Omas Bulan Samosir).
Baca juga: Padang Raih Opini WTP Sebanyak 8 Kali, Walikota Padang Hendri Septa Berkat Kerja Sama Antar Pihak
Baca juga: Sumbar Raih Opini WTP Keuangan 9 Kali Berturut-turut, Mahyeldi: Kita Tindaklanjuti Catatan dari BPK
Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan adanya peningkatan distribusi jabatan manager perempuan dari angka 28,97 di tahun 2018 meningkat menjadi 30,63 ditahun 2019. Hal ini semakin diperjelas karena Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) semakin meningkat di setiap tahunnya. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) adalah sebuah indikator yang menunjukkan apakah perempuan dapat memainkan peranan aktif dalam kehidupan ekonomi dan politik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) menunjukkan peningkatan dari angka 68,15 pada tahun 2010 meningkat menjadi 75,24 pada tahun 2019.
Kepemimpinan perempuan merupakan kemampuan seorang pemimpin perempuan dalam mempengaruhi bawahannya untuk melakukan tugasnya demi tercapainya tujuan. Siswandi (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh kepemimpinan perempuan terhadap kinerja karyawan di Politeknik Negeri Maritim Semarang. Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat pengaruh yang signifikan dari kepemimpinan perempuan terhadap komitmen organisasi dan kinerja karyawan.
Baca juga: Prediksi Barcelona vs Juventus - Opini Mengambang dari Bola Mania, Jelang Reuni Ronaldo dan Messi
Baca juga: Pemko Padang Raih Penghargaan dari Menteri Keuangan, Berkat Opini WTP 2019 & 5 Tahun Berturut-turut
Hariyono (2018) juga melakukan penelitian mengenai pengaruh gaya kepemimpinan perempuan terhadap iklim organisasi dan kinerja pegawai pada Dinas Sosial Kabupaten Aceh Tamiang. Dari hasil uji hipotesis yang dilakukan baik secara parsial maupun simultan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan perempuan terhadap iklim organisasi dan kinerja pegawai. Gaya kepemimpinan perempuan yang mampu mengarahkan, membimbing, dan mengatur bahwahan dengan baik serta mampu memberikan iklim organisasi yang positif serta dapat meningkatkan kinerja pegawai yang baik pula.
Menurut salah satu manajer (perempuan) di salah satu perusahaan retail di Indonesia, Haniey Fauziah, merasakan bahwa kepemimpinannya bisa dibilang efektif karena di perusahannaya tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Mayoritas tim nya adalah perempuan serta direkturnya juga adalah seorang perempuan. Posisi-posisi strategis banyak diisi oleh pihak perempuan. Ia mengatakan bahwa “Senior manager event adalah salah satu posisi yang berat, yakni ketika kerja diluar kota, tanggung jawab promosi dia yang pegang penuh. Bahkan tengah malam pasang media promo tetap saja si manajer perempuan ini yang turun ke lapangan tanpa team. Disana, beliau bahkan tidak memperlihatkan bahwa dia perempuan”. Kepemimpinan seorang perempuan tidak bisa dianggap remeh karena dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan, mereka sering berhasil mengadakan event-event nasional yang sangat besar serta berhasil mewujudkan target-target dan tujuan perusahaan.
Baca juga: Kota Pariaman Raih Opini Wajar Tanpa Pengecualian untuk Ketujuh Kali, Lima Kali Berturut-turut
Baca juga: Soal Opini WTP Pemerintah Daerah, Kepala BPK Perwakilan Sumbar: Itu Bukan Hal yang Luar Biasa
Perihal stigma terhadap kepemimpinan perempuan yang sering mengatakan bahwa perempuan adalah makhluk emosional dan tidak bisa memimpin sudah sangat tidak relevan lagi. Dalam wawancara yang dilakukan dengan salah satu manajer perempuan ini ia berulang kali menyebutkan seperti ini “ Stigma-stigma terhadap perempuan memang sering kita dengar seperti perempuan emosional, tidak bisa memimpin dan sebagainya. Namun, hal tersebut tidak relevan sama sekali dalam organisasi kita. Direktur saya, seorang perempuan, sangat berhasil menjadi leader. Selain mampu back up team, ia juga mampu menciptakan suasana di tim itu sama, Tidak ada kata-kata kalau laki-laki kerjanya lebih cepat dan kalau perempuan pekerjaannya lebih sedikit.”.
Pada saat ini belum ada pendapat ahli yang secara khusus mengkaji tentang kepemimpinan perempuan. Akan tetapi berdasarkan wacana yang timbul di masyarakat, yang dirangkum oleh Setiawati (2013) bahwasanya pemimpin apapun jenis kelaminnya, yang penting membawa kemajuan bagi perempuan khususnya dan kemanusiaan pada umumnya. Oleh karena itu kepemimpinan, dalam hal ini kepemimpinan perempuan sangat diperlukan untuk kesuksesan organisasi. Seperti hasil penelitian yang telah dijelaskan di atas bahwa kepemimpinan perempuan mempunyai pengaruh terhadap kinerja bawahan untuk memiliki kinerja melebihi apa yang seharusnya atau melebihi level minimun sebuah organisasi.
Kepemimpinan perempuan yang efektif akan terlihat dari kinerja bawahannya serta keberhasilan tim mereka dalam mencapai target-targer perusahaan. Feminitas yang dimiliki seorang perempuan adalah sebuah gaya kepemimpinan perempuan yang mampu mendorong keberhasilan kinerja karyawannya. Jadi stigma-stigma negatif perihal kepemimpinan perempuan sangat tidak relevan dengan kondisi sekarang mengingat perempuan juga memiliki kapabilitas dan kesempatan yang sama dengan laki-laki.
Penulis : Maya Anggraini
Mahasiswa Magister Manajemen Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta
