Citizen Journalisn
Tabuik Diving Club (TDC): Menyulap Lahan yang Gersang di Pariaman, Menjadi World Class Green Tourism
PENULIS sempat bereaksi setelah mendapat laporan dari rekan anggota Tabuik Diving Club - Pariaman terkait kondisi yang terjadi di taman mangrove.
Oleh Ridwan Tulus, Pelaku Pariwisata
PENULIS sempat bereaksi setelah mendapat laporan dari rekan anggota Tabuik Diving Club - Pariaman terkait kondisi yang terjadi di taman mangrove.
Mengingat taman mangrove yang selama ini dipelihara dan dijaga diduga telah dirusak orang untuk dibuat jalan atas inisiatif dari legislatif setempat untuk dibuat jalan.
Setelah mendapat informasi yang lengkap, penulis langsung menelepon wali kotanya untuk mengkomfirmasikan hal tersebut.
Dan alhamdulillah wali kota langsung meresponnya dengan secara baik dan cukup tanggap dalam hal ini.
Mendengar hal ini membuat saya lega. Dan, beliaupun berkenan saat penulis meminta agar dapat membahas hal ini secara langsung di salah satu televisi atau TV lokal dan menegaskan proyek tersebut dibatalkan.
Hingga, penulis mengajak perwakilan dari TDC dan sekjen dari Green Tourism Institute untuk talk show bersama.

Memberi Warna buat Pariaman
Hingga kini, penulis cukup sedih melihat Pariaman. Daerah yang kaya akan seni budaya dan keindahan alamnya tapi tidak berhasil membawa kunjungan wisatawan dunia kecuali lokal.
Dan, semenjak kehadiran Konservasi Penyu diPariaman saya mulai memberikan perhatian khusus buat Pariaman. Yakni, sekaligus ingin membantu eksistensi dari konservasi tersebut.
Penulis mulai melakukan Green Action dengan aktifitas Marine Conservation program dengan komunitas yang ada di sana yaitu Tabuik Diving Club.
Program Memandikan Penyu
Salah satu program yang langsung melejit yang berhasil mendatangkan tamu yang cukup banyak pada saat itu adalah Memandikan Penyu.
Program ini penulis adopsi dari konservasi gajah di Tangkahan Kabupaten Langkat Sumut yang akhirnya bisa membawa tamu yg cukup banyak dan pendapatan income yang luar biasa buat konservasi tersebut.
Ide penulis untuk konservasi tersebut dalam program " Memandikan Gajah " bisa dijual Rp. 250.000 / orangnya.
Dan, justru membuat ringan kerja orang yang kerja dikonservasi tersebut karena sebelumnya yang memandikan gajah mereka.
Selain itu, penulis dan TDC juga mengajak setiap tamu kami untuk ikut penanaman mangrove dan transplantasi terumbu karang.
Kawasan Gersang Bisa Jadi Rindang
Lahan mangrove di Desa Apar ini luasnya lebih kurang 10 hektar. Kawasan ini terletak di dua desa (Desa Apar dan Desa Ampalu).
Statusnya tanah ulayat nagari yang kepemilikannya meliputi 4 desa (Desa Apar, Desa Mangguang, Desa Ampalu dan Desa Tanjuang Saba).
Penguasaan lahan berada di bawah wewenang Kerapatan Adat Nagari (KAN). Tapi, dalam praktek di lapangan, ada beberapa masyarakat juga mengklaim itu lahan milik mereka.
Lahan ini meliputi pantai, hutan pinus, talao (talago), kawasan mangrove dan ada konservasi penyu.
Lahan berbatas dengan laut, sungai Muaro Mangguang, areal persawahan dan pemukiman warga.
Kawasan mangrove ini di bawah Tahun 2010, kondisinya sangat kritis akibat ditebangi oleh warga sekitar.
Batang mangrove diambil untuk kayu bakar dan kayu bangunan. Program rehabilitasi dan rekonstruksi kawasan mangrove ini sebenarnya sudah dilaksanakan sejak lama oleh pemerintah.
Areal banyak ditanami bibit mangrove. Namun bibit dan areal tak dipelihara dengan baik.
Pada tahun 2010 saya menantang TDC bagaimana menyulap kawasan mangrove yang kritis ini menjadi kawasan wisata edukasi konservasi mangrove yang belakangan kami namai Pariaman Mangrove Edupark.
Berbagai pendekatan kami lakukan kepada pemilik lahan dan semua pihak, termasuk kepada warga sekitar. Yang menggerakkan adalah rekan-rekan anggota TDC, yang kebetulan warga nagari setempat.
Sejak adanya pelaksanaan paket wisata edukasi konservasi tersebut dan didukung oleh seluruh elemen masyarakat setempat, proses rehabilitasi dan rekonstruksi kawasan mangrove lebih masif dilakukan.
Penanaman bibit mangrove dilaksanakan hampir tiap pekan dengan melibatkan berbagai kelompok wisatawan maupun pelajar sekolah, yang kebetulan berkunjung le konservasi penyu dan berkegiatan di kawasan mangrove.
Bibit yang ditanam dijaga dan dirawat lalu monitoring dilaksanakan secara berkala, termasuk dilakukan pendataan secara rutin.
Semua melibatkan para anggota TDC yang sebagian besar merupakan pemuda kampung nelayan, yang berpartisipasi sambil belajar.
Beberapa tahun setelah itu, bibit yang ditanam tumbuh bagus. Kawasan ini berubah total menjadi areal tanaman mangrove yang hijau dan lumayan luas.
Sementara itu, upaya penanaman di lahan-lahan potensial masih terus dilakukan melalui program edukasi.
Lahan yang dulu kritis, berubah jadi hijau
Beberapa habitat/biota kawasan mangrove yang dulu sempat tak ditemukan lagj di kawasan ini, setelah mangrove tumbuh bagus, habitat itu muncul kembali, termasuk habitat burung.
Sembari terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada tamu wisatawan yang datang ke konservasi penyu, kepada masyarakat sekitar akan arti penting kawasan mangrove.
Manfaatnya, supaya pohon dalam areal mangrove tak lagi ditebangi kami juga terus mengajak anak2 muda sekitar kawasan bergabung melaksanakan misi penyelamatan mangrove Apar ini.
Alhamdulillah seiring perjalanan waktu, semakin banyak pemuda warga desa sekitar kawasan yang mau bergabung dengan TDC, mengikuti gerakan penyelamatan mangrove, konservasi penyu dan juga terumbu karang.
Para pemuda kampung nelayan ini diikutkan berbagai pelatihan. Mulai dari pelatihan dan sertifikasi selam, pelatihan dan sertifikasi pengelola kawasan konservasi, termasuk pelatihan di bidang pariwisata.
Sebagian dari mereka kini bekerja di Konservasi Penyu Pariaman milik DKP Provinsi Sumbar yang dulu di bawah Pemko Pariaman.
TDC is a green warrior and Green Friend of Indonesia
Panjang cerita suka duka yang dilalui TDC dalam upaya menyelamatkan kawasan mangrove Apar yang sedikit ini.
Singkatnya, apa yang diupayakan bertahap membuahkan hasil. Misi penyelamatan sudah mulai tampak. Perubahan kawasan sangat siknifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dari dulu kritis, kini sebagian sudah hijau.
Hal yang membanggakan, dari kawasan mangrove Apar yang sedikit ini, telah banyak sarjana yang dilahirkan.
Kawasan ini sampai sekarang menjadi pusat studi bagi mahasiswa dari berbagai kampus di Sumbar, luar Sumbar bahkan mahasiswa dari luar negeri.
Niat besar kami bersama TDC bekerjasama bagaimana menjadikan kawasan mangrove Apar dan perkampungan nelayan di sekitarnya.
Utamanya, sebagai destinasi wisata konservasi/ramah lingkungan yang berbasis sosiokultur masyarakat pesisir (Community Based Tourism).
Visi misi TDC yang konsist di konservasi pesisir sangat klop dengan misi Green Tourism Institute yakni 'Protect the culture, Protect the nature, Empowering and Bring Benefit for Local People and Support Conservation'.
Alhamdulillah, penulis berbangga terhadap mereka atas segala perjuangan dari para anggota TDC, yang luar biasa hingga mampu mewujudkan harapannya.
Mereka akhirnya mempunyai taman mangrove yang indah dan juga taman bawah laut yang indah, yang luar biasa lagi serta telah melahirkan banyak sarjana.
Sejauh ini, program yang telah dilakukan sedari awal, penulis utarakan belumlah pernah menggunakan dana pemerintah daerah.
Namun, syukur alhamdulillah pihak pemerintah pusat, termasuk pemda sudah mulai memberikan apresiasi. Minimal dengan memberikan penghargaan Kalpataru.(*)