Mengapa Benyamin Sueb di Tampilan Google Doodle Hari Ini? Padahal Bukan Tanggal Lahir atau Wafat
Pada tambilan depan Google hari ini, Selasa 22 September 2020, ditampilkan wajah Benyamin Sueb. Padahal 22 September bukanlah tanggal lahir atau wafat
TRIBUNPADANG.COM - Pada tambilan depan Google hari ini, Selasa 22 September 2020, ditampilkan wajah Benyamin Sueb.
Padahal, 22 September bukanlah tanggal lahir Benyamin Sueb dan bukan pula tanggal wafatnya Benyamin Sueb.
Lantas, mengapa wajah Benyamin Sueb yang ditampilkan pada tampilan jendela depan Google hari ini?
Seperti diketahui, Benyamin Sueb memiliki peran yang besar dalam dunia entertaimen di Indonesia.
• Lorentz National Park di Papua Jadi Google Doodle, Simak Fakta Taman Nasional Lorentz
• Inilah Profil Ani Idrus yang Wajahnya Muncul di Google Doodle Hari Ini, Pendiri Harian Waspada
Benyamin Sueb yang dikenal sebagai artis atau aktor senior, pelawak, sutradara dan penyanyi Indonesia.
Munculnya almarhum Benyamin Sueb sebagai doodle di Google tak lama setelah film Benyamin Biang Kerok 2 diputar di platform digital Disney+ Hotstar, Jumat (18/9/2020).
Disalin dari laman Wikipedia.org, Benyamin Sueb lahir di Batavia, 5 Maret 1939 dan meninggal dunia di Jakarta, 5 September 1995 pada umur 56 tahun.
Semasa hidupnya, Benyamin Sueb menghasilkan lebih dari 75 album musik dan 53 judul film.
• Kenali Beda Childrens Day yang Jadi Google Doodle Hari Ini dengan Worlds Children Day
Alasan Bang Ben jadi Google Doodle
Pada hari ini, dua tahun lalu, tepatnya pada 22 September 2018, Jakarta meresmikan Taman Benyamin Sueb, sebuah pusat budaya yang didedikasikan untuk menjunjung tinggi warisan budaya Betawi yang menjadi dedikasi Benyamin semasa hidupnya.
Benyamin Sueb lahir pada 5 Maret 1939 di Jakarta.
Dia pertama kali memasuki panggung hiburan pada tahun 1950-an sebagai anggota dari "Melody Boys," sebuah band yang menarik perhatian internasional.
Benyamin kemudian mengandalkan idiom musik Betawi yang lebih tradisional untuk menulis lagu-lagu hitsnya, seperti Nonton Bioskop dan Hujan Grimis.
Dia juga membantu merevitalisasi gaya gambang kromong melalui lagu-lagu kesayangan seperti Ondel-Ondel.
• International Women Day, Google Doodle Menampilkan 8 Kata-Kata Penyemangat Bagi Para Wanita di Dunia
Melihat perjalanannnya, karier akting Benyamin dimulai pada awal tahun 70-an, dan melalui gaya komedinya yang khas, dia mendapat pujian karena berhasil melukiskan budaya Betawi yang lebih akurat.
Dia mendapat pujian untuk peran dalam film seperti Intan Berduri (1972) dan Si Doel Anak Modern (1976), keduanya membuatnya mendapatkan penghargaan Aktor Terbaik pada Festival Piala Citra.
Benyamin juga mendirikan Radio Ben pada 1990, yang menjadi satu-satunya stasiun radio di Indonesia yang didedikasikan untuk Betawi.
Radio Ben masih terus memainkan musik-musik Benyamin hingga hari ini.
• Google Doodle - Olga Ladyzhenskaya Matematikawan Uni Soviet, Pernah Dilarang Masuk ke Univ Leningrad
Taman Benyamin Sueb
Taman tersebut dibangun di bekas Gedung Kodim 05/05 Jatinegara, Jakarta Timur, yang mengalami pemugaran sejak 2013.
Peresmian taman tersebut dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Di dalam Taman Benyamin Sueb terdapat sebuah museum yang menyimpan benda-benda koleksi peninggalan legenda budayawan Betawi tersebut.
Pihak keluarga Benyamin sebelumnya telah menyetujui agar barang-barang sang tokoh Betawi diletakkan di museum ini.
Adapun beberapa barang tersebut seperti foto-foto, pakaian, poster film, serta benda peninggalan sejarah lainnya.
Putra Benyamin, Biem Triani Sueb mengatakan, pihak keluarga sudah lama menginginkan pembangunan taman tersebut.
"Taman Benyamin Sueb telah diimpikan sejak lama. Tentunya keinginan almarhum tentang adanya taman budaya Betawi," ujar Biem.
Selanjutnya, bangunan yang dikelola Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta ini akan menjadi pusat kebudayaan Betawi yang juga bisa dimanfaatkan sebagai pusat kesenian warga.
Sejarah
Sejak kecil, Benyamin Sueb sudah merasakan getirnya kehidupan.
Bungsu delapan bersaudara pasangan Suaeb-Aisyah kehilangan bapaknya sejak umur dua tahun.
Karena kondisi ekonomi keluarga yang tak menentu, si kocak Ben sejak umur tiga tahun diijinkan ngamen keliling kampung dan hasilnya buat biaya sekolah kakak-kakaknya.
Benyamin Sueb sering mengamen ke tetangga menyanyikan lagu Sunda Ujang-Ujang Nur sambil bergoyang badan.
Orang yang melihat aksinya menjadi tertawa lalu memberikannya recehan 5 sen dan sepotong kue sebagai imbalan.
Penampilan Ben kecil memang sudah beda, sifatnya yang jahil namun humoris membuat Ben disenangi teman-temannya.
Seniman yang lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939 ini sudah terlihat bakatnya sejak anak-anak.
Bakat seninya tak lepas dari pengaruh sang kakek, dua engkong Benyamin Sueb yaitu Saiti, peniup klarinet dan Haji Ung pemain Dulmuluk, sebuah teater rakyat - menurunkan darah seni itu dan Haji Ung alias Jiung yang juga pemain teater rakyat pada zaman kolonial Belanda.
Sewaktu kecil, bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat membuat Orkes Kaleng.
Benyamin bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari barang bekas.
Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya dari kaleng biskuit.
Dengan alat musik itu mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu.
Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6 tahun menjadi cikal bakal kiprah Benyamin di dunia seni.
Dari tujuh saudara kandungnya tercatat hanya Benyamin Sueb yang memiliki nama besar sebagai seniman Betawi.
Benyamin Sueb memulai Sekolah Dasar (dulu disebut Sekolah Rakyat) Bendungan Jago sejak umur 7 tahun.
Sifatnya yang periang, pemberani, kocak, pintar dan disiplin, ditambah suaranya yang bagus dan banyak teman, menjadikan Ben sering ditraktir teman-teman sekolahnya.
SD kelas 5-6 pindah ke SD Santo Yusuf Bandung.
SMP di Jakarta lagi, masuk Taman Madya Cikini.
Satu sekolahan dengan pelawak Ateng.
Di sekolah Taman Madya, ia tergolong nakal. Pernah melabrak gurunya ketika akan kenaikan kelas, ia mengancam, "Kalau gue kagak naik lantaran aljabar, awas!" Lulus SMP ia melanjutkan SMA di Taman Siswa Kemayoran. Sempat setahun kuliah di Akademi Bank Jakarta, tetapi tidak tamat.
Baru setelah menikah dengan Nonnie pada 1959 (mereka bercerai 7 Juli 1979, tetapi rujuk kembali pada tahun itu juga), Benyamin Sueb kembali menekuni musik.
Bersama teman-teman sekampung di Kemayoran, mereka membentuk Melodyan Boy.
Benyamin Sueb nyanyi sambil memainkan bongo. Bersama bandnya ini pula, dua lagu Benyamin terkenang sampai sekarang, Si Jampang dan Nonton Bioskop.
Karier
Benyamin Sueb mengaku tidak punya cita-cita yang pasti.
Tergantung kondisi, kata penyanyi dan pemain film yang suka membanyol ini.
Benyamin Sueb pernah mencoba mendaftar untuk jadi pilot, tetapi urung gara-gara dilarang ibunya.
Ia akhirnya jadi pedagang roti dorong.
Pada tahun 1959, ia ditawari bekerja di perusahaan bis PPD, langsung diterima.
Tidak ada pilihan lain, katanya.
Pangkatnya cuma kondektur, dengan trayek Lapangan Banteng - Pasar Rumput.
Itu pun tidak lama. "Habis, gaji tetap belum terima, dapat sopir ngajarin korupsi melulu," tuturnya.
Korupsi yang dimaksud ialah, ongkos penumpang ditarik, tetapi karcis tidak diberikan. Ia sendiri mula-mula takut korupsi, tetapi sang sopir memaksa.
Sialnya, tertangkap basah ketika ada razia.
Benyamin Sueb tidak berani lagi muncul ke pool bis PPD.
Kabur, daripada diusut.
Sebenarnya selain menekuni dunia seni, Benyamin Sueb juga sempat menimba ilmu dan bekerja di lahan serius diantaranya mengikuti Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan dan Pembinaan Ketatalaksanaan (1960), Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960), Kursus Administrasi Negara (1964), bekerja di Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960), Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1969), dan Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969).

Perjalanan
Kesuksesan dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin Sueb dengan satu grup Naga Mustika.
Grup yang berdomisili di sekitar Cengkareng inilah yang kemudian mengantarkan nama Benyamin sebagai salah satu penyanyi terkenal di Indonesia.
Duet Ida Royani
Selain Benyamin, kelompok musik ini juga merekrut Ida Royani untuk berduet dengan Benyamin Sueb.
Dalam perkembangannya, duet Benyamin Sueb dan Ida Royani menjadi duet penyanyi paling popular pada zamannya di Indonesia.
Bahkan lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi tenar dan meraih sukses besar.
Sampai-sampai Lilis Suryani salah satu penyanyi yang terkenal saat itu tersaingi.
Gambang kromong
Orkes Gambang Kromong Naga Mustika dilandasi dengan konsep musik Gambang Kromong Modern.
Unsur-unsur musik modern seperti organ, gitar listrik, dan bass, dipadu dengan alat musik tradisional seperti gambang, gendang, kecrek, gong serta suling bambu.
Setelah Orde Lama tumbang, yang ditandai dengan munculnya Soeharto sebagai presiden kedua, musik Gambang Kromong semakin memperlihatkan jatidirinya.
Lagu seperti Si Jampang (1969) sukses di pasaran, dilanjutkan dengan lagu Ondel-Ondel (1971).
Lagu-lagu lainnya juga mulai digemari.
Tidak hanya oleh masyarakat Betawi tetapi juga Indonesia. Kompor Mleduk, Tukang Garem, dan Nyai Dasimah adalah sederetan lagunya yang laris di pasaran.
Terlebih setelah Bang Ben berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Nonton Bioskop, nama Benyamin Sueb menjadi jaminan kesuksesan lagu yang akan ia bawakan.
Paska duet
Setelah Ida Royani hijrah ke Malaysia tahun 1972, Bang Ben mencari pasangan duetnya.
Ia menggaet Inneke Koesoemawati dan berhasil merilis beberapa album, di antaranya Nenamu dengan tembang andalan seperti Djanda Kembang, Semut Djepang, Sekretaris, Penganten Baru dan Pelajan Toko.
Dunia film
Lewat popularitas di dunia musik, Benyamin Sueb mendapatkan kesempatan untuk main film.
Kesempatan itu tidak disia-siakan.
Beberapa filmnya, seperti Banteng Betawi (1971), Biang Kerok (1972), Si Doel Anak Betawi serta Intan Berduri (1972) yang disutradari Sjumanjaya, semakin mengangkat ketenarannya.
Dalam Intan Berduri, Benyamin Sueb mendapatkan piala Citra sebagai Pemeran Utama Terbaik.
Detik akhir
Pada akhir hayatnya, Benyamin Sueb juga masih bersentuhan dengan dunia panggung hiburan.
Selain main sinetron atau film televisi (Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan) ia masih merilis album terakhirnya dengan grup Rock Al-Hajj bersama Keenan Nasution.
Lagu seperti Biang Kerok serta Dingin-dingin menjadi andalan album tersebut.
Kontribusi seni
Dalam dunia musik, Bang Ben, begitu ia kerap disapa, adalah seorang seniman yang berjasa dalam mengembangkan seni tradisional Betawi, khususnya kesenian Gambang Kromong.
Lewat kesenian itu pula nama Benyamin semakin popular.
Tahun 1960, presiden pertama Indonesia, Soekarno, melarang diputarnya lagu-lagu asing di Indonesia.
Pelarangan tersebut ternyata tidak menghambat karier musik Benyamin, malahan kebalikannya.
Dengan kecerdikannya, Bang Ben menyuguhkan musik Gambang Kromong yang dipadu dengan unsur modern.
Meninggal dunia

Benyamin Sueb yang telah empat belas kali menunaikan ibadah haji ini meninggal dunia setelah koma beberapa hari seusai main sepak bola pada tanggal 5 September 1995, akibat serangan jantung.
Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta.
Ini dilakukan sesuai wasiat yang dituliskannya, agar dia dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet yang dia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat memengaruhi hidupnya.
Bens Radio 106.2 FM
Benyamin Sueb mendirikan Radio FM dengan nama Bens Radio.
Didirikan oleh Benyamin Sueb pada 5 Maret 1990.
Bens Radio adalah unit Enikom Network dengan format radio etnik, yaitu radio yang menggali potensi budaya Betawi, agar audience dapat merasakan budayanye sendiri, berkesenian dengan tradisinye sendiri, bertutur dan berdialog dengan bahasanya sendiri.
Budaya dan etnik betawi terus menerus berdaptasi dengan perubahan zaman, seiring dengan perubahan karakter audience dan percepatan teknologi serta gaya hidup.
Program radio etnik dikemas dalam balutan kreatif budaya masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.
Dijadikan nama jalan
Pada tanggal 6 Desember 1995, Pemerintah DKI Jakarta mengabadikan nama Benyamin Sueb sebagai nama jalan di daerah Kemayoran.(*)
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Google Doodle Benyamin Sueb, Siapa Dia? Hasilkan 75 Album Musik dan 53 Film
Editor: Edi Sumardi