Klarifikasi BPK Sumbar soal Pencabutan Status CPNS Alde Maulana: Tidak Terdapat Diskriminasi
BPK Perwakilan Sumbar memberikan klarifikasi terkait polemik pencabutan status CPNS seorang penyandang disabilitas bernama Alde Maulana.
Penulis: Rezi Azwar | Editor: Saridal Maijar
Ia diperbolehkan mengikuti mata kuliah diklat, agar sedikit banyak mengetahui materinya.
Setelah ia mengikuti tahapan lokal, pada tanggal 8 November 2019 ia bersama disabilitas lainnya dikembalikan ke lokasi penempatan definitif di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia. Dirinya dapat di Sumbar.
Ia mengatakan, ada 11 orang disabilitas di Indonesia, dan pada akhir Januari 2020 diminta untuk mengikuti medical check up di Rumah Sakit Gatot Soebroto Jakarta.
"Yang saya herankan, masing-masing disabilitas cukup satu kali dan saya dua kali."
"Setelah selesai dan dipanggil pimpinan untuk menanyakan hasil medical check up, saya katakan hasilnya cukup sehat, dan mungkin ada beberapa catatan dari tim medical check up," ujarnya.
Selanjutnya, dirinya dipanggil lagi dan diinformasikan kalau pelantikannya pada 24 Februari 2020 dipending, dan dijelaskan kalau ia diberhentikan dengan hormat dari BPK karena tidak sehat rohani dan jasmani.
• Didukung Perda No 3 Tahun 2015, Mahyeldi Klaim Pemko Padang Sudah Ramah Terhadap Disabilitas
"Sejauh ini saya sudah berkirim surat permohonan bantuan ke Ombudsman dan Komnas HAM, lalu ke KSP serta Presiden Jokowi yang kebetulan mensahkan UU Disabilitas No 8 tahun 2016," jelas Alde.
Ia mengatakan, pada tanggal 9 Maret 2020 tim BPK RI datang ke Sumbar memberikan SK pemberhentian dengan alasan tidak sehat jasmani dan rohani.
Ia meminta untuk dipertimbangkan lagi, karena baru menikah pada awal Januari 2020, dan itu berdampak terhadap keluarga kecilnya.
Namun, tim pusat menyatakan kalau keputusan itu sudah final, dan pada Maret 2020 dirinya tidak ada masuk kantor lagi.
"Kalau bisa jangan jadikan hal ini berlarut-larut, tapi ada duduk satu meja dengan pihak yang berkompeten dalam masalah ini," ujarnya.
Ia mengatakan, kalau tidak diberhentikan, dirinya sedang menunggu SK 100 persen, yang sebelumnya baru dapat SK 80 persen.
"Tidak sehat secara jasmani memang tidak sehat pasca sakit operasi besar pada Januari tahun 2015, dan tidak sehat secara rohani ini saya pertanyakan," ujarnya.
"Kenapa harus diberhentikan dengan hormat, padahal bisa dipindahkan ke bagian umum jelang belajar lagi pada periode selanjutnya."
Wakil Direktur LBH Padang Indira Suryani mengatakan, LBH Padang sebenarnya sudah menyurati BPK Sumbar dan BPK RI Pusat untuk mengklarifikasi hal ini.
"Kami berpandangan dari LBH ini kasusnya, karena minimnya paradigma disabilitas di tataran pemerintahan."
"Secara mandiri, Alde juga sudah menyurati Komnas HAM Sumbar dan Ombudsman Sumbar," ujarnya.
Ia mengatakan, bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dan statusnya masih tahap klarifikasi.
LBH Padang mendorong pihak BPK dan kemudian pemerintahan memfasilitasi penyelesaian permasalahan ini dengan cepat.
"Kami ingin ada solusi cepat dalam penyelesaian masalah ini, karena memang ini terkait hak disabilitas, dan diselesaikan dengan cara-cara progresif," sebutnya.
Ia mengatakan, hak penyandang disabilitas diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2018 tentang Penyandang Disabilitas yang disahkan oleh Presiden dan DPR RI.
Banyak peraturan perundang-undangan mengatur soal sehat jasmani dan rohani sebagai sebuah persyaratan.
"Sehingga bisa jadi semacam Pasal karet, apalagi pemerintah tidak punya paradigma sebagaimana yang ada di Undang-undang disabilitas."
"Kita tahu disabilitas bukan tidak sehat jasmani dan rohani tapi ada kondisi khusus, ketika ada kondisi khusus ada perlakuan khusus dan perlindungan khusus yang diberikan oleh negara," sebutnya.
Ia berharap adanya upaya duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini secara arif dan bijaksana, tanpa proses embel-embel hukum seperti di pengadilan dan sebagainya.
"Karena di pengadilan, ada proses yang sangat lama, kami sangat berharap di LBH pemerintah punya keinsafan lagi seperti kasus Dokter Romi, direspon dengan baik, dengan cepat dan disabilitas dapat terpenuhi haknya dengan cepat juga tidak berlarut-larut," tuturnya.(*)