Yanti Ungkap Alasan Ungsikan Anaknya dari Wamena ke Sumbar Pakai Dana Sendiri, Anak-anak Saya Trauma
Yanti (38) seorang perantau Minang di Wamena yang mengungsi akibat kerusuhan pada 23 September 2019 akhirnya tiba di Sumbar
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: afrizal
Yanti Ungkap Alasan Ungsikan Anaknya dari Wamena ke Sumbar Pakai Dana Sendiri, Anak-anak Saya Trauma
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Yanti (38) seorang perantau Minang di Wamena yang mengungsi akibat kerusuhan pada 23 September 2019 akhirnya tiba di Sumbar.
Yanti kembali ke kampung halaman menggunakan biaya sendiri.
Ia memutuskan pulang karena khawatir dengan keselamatan diri dan anak-anaknya selama di Papua.
"Ya saya pulang dengan biaya mandiri. Anak-anak saya trauma. Mereka tidak mau lagi sekolah di sana," ungkap Yanti.
Yanti menuturkan, dulunya dia berangkat ke Papua menyusul suaminya yang sudah lebih dahulu merantau ke Wamena.
• Penggalangan Bantuan untuk Korban Wamena Ditutup 18 Oktober 2019, Total Dana akan Diumumkan
• 601 Perantau Minang dari Wamena, Papua Akhirnya Pulang ke Kampung Halaman
Di sana ia dan suami berdagang.
Jika punya uang berlebih, sekali tiga tahun ia pulang ke kampung halaman.
Yanti memiliki dua orang anak yang lahir dan besar di Wamena.
Anak pertamanya menduduki bangku SMP dan kedua baru kelas satu SD.
Saat kerusuhan terjadi, dia melihat banyak orang berkumpul.
Kemudian ia menutup rumahnya.
Keadaan semakin rusuh.
Ia teringat anaknya saat itu tengah berada di sekolah.
• Putri: Saya takkan Kembali ke Wamena, Anak dan Suami Saya pun telah Tiada
• Pemprov Sumbar Terima Dana Bantuan untuk Perantau Minang di Wamena dari Yayasan Adzkia
"Kerusuhan itu terjadi di sekolah mulanya. Anak saya berada di kelas paling depan. Untuk menyelamatkan diri, mereka bercerita sampai dorong meja dan kursi bersama-sama untuk menutup pintu," ungkap Yanti.
Yanti menuturkan, dia dan anaknya hampir saja tidak bertemu. Sebab dia melihat di sekelilingnya kepulan asap.
"Syukur bisa selamat. Anak-anak sekolah terutama teman anak saya tidak ada yang parah. Teman dia kena bakar dan akhirnya selamat," tutur Yanti.
Dia menambahkan kedua anaknya trauma untuk melanjutkan sekolah di Wamena.
Di Wamena, kata dia, kegiatan sekolah mulai berangsur normal.
Namun, pelajar tidak langsung belajar mengajar, melainkan aktivitas trauma healing.
"Trauma jelas. Trauma sekali anak saya. Mereka yang melihat langsung gimana kerusuhan terjadi. Makanya dia tidak mau lagi sekolah di sana.
Alhamdulillah bisa dapat mengurus kepindahannya. Kepala sekolah ada. Wali kelasnya yang mengungsi," jelas Yanti.
Yanti menyebut kembalinya ia ke ranah Minang juga melewati rintangan.
Waktu itu, kata dia, dia sudah mengajukan nama untuk naik Hercules dulu ke Jayapura.
Tapi namanya tak kunjung dipanggil sebab banyak pengungsi yang ingin pulang.
Akhirnya dia memutuskan untuk pulang dengan biaya sendiri.
Dia mengatakan sempat terlantar di Jakarta karena tiket tidak tersedia.
Yanti menyebut saat ditinggalinya, situasi di Wamena aman, tapi masih ronda.
Ia juga berencana kembali ke Wamena, karena suami dan saudara laki-lakinya yang lain masih di Wamena.
"Saya berencana kembali ke Wamena. Bapak-bapak di sana, siapa yang masak? Kalau anak saya mau tinggal di Pesisir Selatan, dalam waktu dekat saya akan kembali ke Wamena. Kasihan bapak-bapak di sana. Warung tutup," ujar Yanti.
Yanti masih menumpangkan harapan ke Wamena.
Kata dia, kalau di kampung belum tahu mau usaha apa.
Sementara, anak-anaknya akan disekolahkan di kampung halamannya di Pesisir Selatan.
Di samping itu, Pemerintah Provinsi Sumbar menyebut memang masih ada perantau Minang yang ingin pulang kampung.
Untuk itu, Pemprov tidak bisa mengkoordinir lagi karena gelombang eksodus sudah berakhir.
Namun, untuk yang pulang secara mandiri, pemerintah membantu untuk ganti harga tiket.
"124 perantau Minang pulang secara mandiri. Tapi mereka belum datang ke kita. Nanti tiketnya diganti dengan menunjukan boarding pass dan tiket.
Kita harus merespon imbauan pemerintah agar tidak eksodus lagi dari sana dan kita patuh itu," tutur Nasrul Abit. (*)