Mahasiswi UI Asal Padang & Rekannya Ciptakan Pendidikan Dwibahasa (PeDe) Metode Ajar untuk Anak Tuli
Ayyubie Cantika Yuranda bersama tiga rekannya mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) berhasil menciptakan metode ajar Pendid
Penulis: Emil Mahmud | Editor: afrizal
TRIBUNPADANG.COM- Ayyubie Cantika Yuranda, mahasiswi asal Padang, Sumatera Barat bersama tiga rekannya sesama mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) berhasil menciptakan metode ajar pendidikan Dwibahasa untuk peserta didik yang mengalami gangguan pendengaran (tuli).
Melalui penelitian yang didanai Kementerian Ristek Dikti Tahun 2019 ini, mahasiswa peneliti ini menciptakan pengajaran bahasa Indonesia yang diberi nama Program Peningkatan Pemahaman Berkomunikasi untuk Anak Tuli (Program Taman Berani).
“Selama ini anak-anak tuli mengalami kesulitan memahami bacaan, menulis, dan menyampaikan gagasan.
Dengan mempraktikkan Program Taman Berani yang kami gagas bersama Adhi Kusumo Bharoto (Prodi Inggris, 2016), Dara Minanda (Prodi Indonesia, 2015), serta Rojali (Prodi Indonesia, 2015), anak tuli menjadi mudah memahami bacaan, menjadi gemar menulis dan menyampaikan gagasan,” kata Ayyubie Cantika Yuranda, mahasiswa Prodi Indonesia FIB UI angkatan 2015, melalui rilis yang disampaikan ayahnya, Yurnaldi kepada TribunPadang.com, Minggu (30/6/2019).
• Kisah Dinna Fikriana Lulusan Terbaik Universitas Andalas (Unand) yang Nyaris Raih IPK Sempurna
• KISAH ANAK Petani Lulusan Sastra Indonesia Universitas Andalas Bagikan Tips Raih Cum Laude
Sang Yurnaldi, wartawan dan penulis buku jurnalistik di Indonesia menyebutkan ide menciptakan metode ajar Pendidikan Dwibahasa (PeDe) sebagai wujud kepedulian terhadap pendidikan anak-anak tuli hasil kerja tim yang terdiri dari putrinya bersama tiga rekan sesama mahasiswa.
"Berawai observasi mereka pada tahun 2018 di Sekolah Luar Biasa – B Dharma Asih, Depok. Ternyata selama ini anak-anak mengalami kesulitan memahami bacaan, menulis, dan menyampaikan gagasan," kutip Yurnaldi.
Berdasarkan permasalahan itu, imbuhnya keempat mahasiswa yang berasal dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia ini melakukan diskusi pemecahan masalah bersama dosen pembimbing Mohammad Umar Muslim, PhD dan Silva Tenrisara Isma, M.A.
Melalui diskusi dan riset sederhana, muncul ide untuk mengadakan kegiatan pengajaran bahasa Indonesia yang diberi nama Program Peningkatan Pemahaman Berkomunikasi untuk Anak Tuli (Program Taman Berani).
Ini pun mendapat sambutan positif dari Kemristekdikti melalui pemberian dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)," kutip Yurnaldi lagi.
• Prof Yuliandri Dilantik sebagai Rektor Unand pada November 2019, Ini Harapan Kemenristekdikti
• TERJEMAHAN LIRIK LAGU Adele When We Were Young, Tersedia Cara Download MP3 di Spotify (VIDEO)
Yurnaldi menambahkan dari penjelasan Ayyubie, gagasan ini muncul atas keinginan tim untuk meningkatkan kualitas diri anak tuli agar dapat bersaing dengan anak-anak dengar.
“Kemampuan berkomunikasi dan kepercayaan diri merupakan hal yang paling penting bagi seseorang untuk bersosialisasi membangun pertemanan. Selain itu, bahasa sebagai ‘jendela dunia’ memegang peranan penting untuk masuknya arus informasi," ucapnya.
Tim periset kata Yurnaldi berharap, kegiatan kami dapat membantu mereka untuk mengasah kemampuan menulis dan membaca, serta meningkatkan keberaniannya.
Tentang Ayyubie piawai medikatakan juga terbilang piawai mendongeng dan menghibur anak-anak di pedesaan dan anak-anak perkotaan.
Sedangkan, program penelitian sang putri bersama timnya telah berlangsung sejak akhir April hingga Juni 2019.
• Hasil Penelitian: Konsumsi Penyedap Rasa dan Pengawet Bikin Orang Malas Olahraga, Kok Bisa?
• Hasil Penelitian Ungkap Mencuci Piring Kotor Bisa Tekan Tingkat Stres, Simak Caranya
Kegiatan yang dilakukan yaitu mengadakan kelas bahasa untuk para siswa dan kelas diskusi terpumpun (Focus Group Discussion) untuk para guru.
Terkait metode ajar, nama ‘Dwibahasa’ diberikan sesuai dengan cara pengajaran menggunakan sistem Dwibahasa.
Para siswa diajarkan bahasa Indonesia dengan pengantar bahasa isyarat dibantu dengan gambar dan video berbahasa isyarat.
Setelah para siswa paham konsep kata atau kalimat dalam isyarat, siswa diminta untuk menuliskannya.
Dalam mengajar dengan metode PeDe, siswa mendapat materi sesuai dengan kebutuhannya.
“Di kelas, kami awalnya memancing dulu adik-adiknya dengan video cerita dari gambar menggunakan bahasa isyarat dan meminta mereka menulis. Setelah kami tahu sejauh mana pemahaman mereka, kami diskusikan dengan dosen pembimbing urutan materi yang harus diajarkan. Adik-adik tersebut kami ajarkan pelan-pelan dalam sembilan kali pelaksanaan kelas, mulai dari kata, konsep tulisannya, lalu kalimat sederhana hingga paragraf," demikian paparan Ayyubie yang diuraikan ayahnya Yurnaldi.(*/TribunPadang.com/EmilMahmudsyah)