Kisah Liberty Jualan 23 Tahun di Pos Terakhir Gunung Merapi Sumbar, Pernah ke Puncak Berbekal Tebu
Mendaki gunung menjadi hobi bagi sebagian manusia.Beragam alasan kenapa seseorang ingin mendaki Gunung Merapi
Kisah Liberty Jualan 23 Tahun di Pos Terakhir Gunung Merapi Sumbar, Pernah ke Puncak Berbekal Tebu
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Mendaki gunung menjadi hobi bagi sebagian manusia.
Beragam alasan kenapa seseorang ingin mendaki gunung.
Ada yang ingin mendaki karena ingin melihat bagaimana puncak dari gunung dan ada pula yang mendaki karena mencintai alam itu sendiri.
Di Sumatera Barat, ada satu gunung yang menjadi favorit para pendaki apalagi bagi para pendaki pemula yaitu Gunung Merapi.
Gunung Merapi memiliki ketinggian 2.891 Mdpl.

Gunung Merapi atau Gunung Berapi terletak di Kawasan Administrasi Kabupaten Agam.
Para pendaki yang ingin mendaki Gunung Merapi biasanya naik melalui daerah Koto Baru.
Di sana ada posko Gunung Merapi.
• Ranu Kumbolo Tempat Transit Bagi Para Pendaki Gunung Semeru
• Tiga Jalur Pendakian Gunung Rinjani Mulai Dibuka April Mendatang, Sistem Tiket Online
• Tips Perawatan Kulit Wajah Setelah Mendaki Gunung yang Bisa Anda Lakukan, Gunakan Masker Alami
Bagi yang ingin mendaki gunung terlebih dahulu untuk melapor dan mengisi formulir biodata diri, lalu membayar uang administrasi sebesar Rp 10 ribu per orangnya.
Pendaki yang membawa kendaraan bermotor, membayar parkir sebesar Rp 10 ribu dan biaya penitipan helm Rp 2 ribu per helm.
Setelah mengisi formulir pendaftaran, pendaki akan diberi satu kertas formulir tersebut yang nantinya akan dikembalikan lagi ke posko setelah pulang dari pendakian.
Formulir tersebut berguna sebagai bukti bahwa para pendaki terdaftar sebagai pendaki Gunung Merapi.
Kemudian penjaga posko akan memberikan plastik yang berguna untuk sampah makanan atau minuman pendaki di atas gunung nantinya dan sampah tersebut harus dibawa kembali ke bawah dan dilihatkan kepada penjaga posko.
Namun tidak semua pendaki yang telah mendaftar akan mendaki sampai ke puncak Gunung Merapi.
Biasanya pendaki pemula hanya mendaki sampai ke kawasan BKSD atau Pesanggrahan.

Pesanggrahan merupakan tempat camp atau berkemah para pendaki sebelum mendaki lebih lanjut ke puncak Gunung Merapi.
Di Pesanggrahan tersedia musholla hingga toilet umum yang biasa digunakan oleh para pendaki untuk mengambil air.
Karena Gunung Merapi terkenal sebagai gunung yang sulit ditemukan sumber airnya jadi para pendaki biasanya akan membawa air dari Pesanggrahan ini sampai ke atas.
• Fenomena Langka, Ada Awan Mirip Piring Terbang di Puncak Gunung Lawu, Lihat Foto-fotonya
• 3 Remaja Tewas di Gunung Tampomas, Tak Ada Tanda-tanda Kekerasan di Tubuh
• Aksi Bersih-bersih Relawan di Wisata Gunung Padang, Kota Padang
Jarak dari Pesanggrahan ke puncak Merapi berkisar empat sampai enam jam lamanya pendakian.
Di Pesanggrahan para pendaki dapat melihat Gunung Singgalang yang terhampar luas di depan.
Kalau hari cerah akan tampak puncak Singgalang dan rumah-rumah penduduk.

Udara di Pesanggrahan cukup diingin.
Disarankan bagi pendaki yang tak terbiasa dengan cuaca dingin wajib membawa jaket tebal dan sleeping bag.
Jarak dari Posko ke Pesanggrahan ini hanya memakan waktu setengah jam sampai satu jam perjalanan, tergantung dari kecepatan para pendaki itu sendiri.
Uniknya di Pesangrahan ini masih ada beberapa warga setempat yang berjualan
Sehingga bagi pendaki yang ingin meminum kopi atau teh bisa di warung-warung masyarakat ini yang buka selama 24 jam.
Hanya saja warung-warung ini buka setiap Jumat hingga Minggu, selain di hari itu tidak ada yang berjualan.
Seorang penjual di Pesanggrahan, Liberti, 49, ibu empat orang anak ini telah berjualan di Pesangrahan Gunung Merapi sedari mudanya.

Ketika ditemui, Sabtu (30/3/2019) Liberti bercerita dulu orang tuanya bekerja mengambil belerang di Gunung Merapi yang dijual sebagai obat.
Awal Liberti mendaki gunung ketika berumur 17 tahun, Liberti bersama saudara laki-laki dan teman-temannya pergi ke gunung hanya bermodalkan nasi yang dibungkus dari rumah dan sebatang tebu.
"Dulu kalau mau mendaki hanya bawa nasi terus tebu, tidak seperti para pendaki sekarang bawaannya banyak. Terus sepatu yang saya gunakan dulu sepatu sekolah," katanya.
Liberti melanjutkan ceritanya, sesampai di puncak Merapi ia mendengar suara dari kawah.

"Jadi sampai di puncak ada kawahnya, dulu kawahnya cuma dua. Kalau sekarang saya tidak tau ada berapa kawahnya sudah bertambah atau masih dua. Waktu itu saya mendengar ada suara gemuruh dari dalam kawan, karena takut kami langsung turun lagi ke bawah," ungkapnya.
Menurut Liberti, diumur itulah ia mendaki sampai puncak pertama kalinya, dan sampai sekarang Liberti belum pernah lagi untuk mendaki sampai puncak Merapi.
Kendati demikian Liberti berjualan di Pesanggrahan di kaki Gunung Merapi, para pendaki yang melintas di jalur ini pasti sudah tak asing lagi melihat warung terbuat dari bambu dan itulah warung Liberti.
Liberti berjualan di Pesanggrahan sudah lebih dari 23 tahun lamanya.
"Saya mulai jualan disini waktu anak pertama saya umurnya lima tahun, sekarang umur anak saya sudah 28 tahun," ucapnya.
Di warung tersebut Liberti menjual air mineral, teh, kopi hingga makanan-makanan kecil.
Namun Liberti tidak berjualan setiap hari, Liberti hanya berjualan dari Jumat hingga Minggu.
"Selama berjualan tidur di warung, biasanya saya jualan Jumat sore terus Minggu atau Senin pulang," sebutnya.
Selama berjualan tiga hari lamanya, Liberti mendapatkan Rp 300 ribu hingga Rp 1 juta.
"Kalau lagi ramai bisa sampai Rp 1 juta tetapi kalau pendaki sepi Rp 300 ribu saja," sebutnya.

Untuk harga jualan Liberti tidak jauh berbeda dari warung lainnya yang ada di kota, Liberti tidak terlalu banyak mengambil untung meskipun berjualan di kaki gunung.
Seperti satu botol air mineral Liberti menjual Rp 5 ribu.
Liberti mengatakan untuk pendaki ke Gunung Merapi biasanya ramai saat 17 Agustus dan tahun baru.
Saat waktu itu, Liberti bersama suaminya akan berjualan hingga ke cadas merapi.
Liberti mengaku saat ini keadaan Gunung Merapi telah berubah dari waktu semasa kecilnya.
Ia mengatakan Gunung Merapi sekarang telah dipenuhi sampah.
Terlihat saat itu Liberti tengah menyapu dan mengumpulkan sampah-sampah platik bekas makanan di dekat warungnya.
Bagi para pendaki diharapkan dapat menjaga alam seperti menjaga diri sendiri.
Melakukan hobi atau olahraga mendaki gunung ini dapat mengenal bagaimana alam semesta dan menumbuhkan rasa cinta terhadap alam dan lingkungan.
Karena kecintaan terhadap alam dan lingkungan tidak bisa saja dilakukan dengan menonton tv atau melihat brosur wisata.
Hal tersebut seperti yang pernah dituliskan Soe Hok Gie seorang aktivis yang mati muda
“Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan seorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya.
Dan, mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat.
Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat”
Tulis Soe Hok Gie yang meninggal di atas Gunung Semeru akibat keracunan gas beracun Mahameru tahun 1969.(*)