TRIBUNWIKI
TRIBUNWIKI - Jajanan Tradisional di Padang yang Banyak Dicari tapi Mulai Jarang Dijual
Jajanan tradisional yang mulai sulit ditemukan saat Kota Padang namun masih banyak dicari wisatawan
Penulis: Nadia Nazar | Editor: afrizal
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Nadia Nazar
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Indonesia memiliki beragam kuliner khas, salah satunya jajanan tradisional.
Beragam jajanan tradisional Indonesia, khususnya daerah Sumatera Barat memiliki keunikannya masing-masing.
Dengan harga yang sangat terjangkau, jajanan yang banyak dijajakan di pasar tradisional itu dijamin memiliki rasa yang lezat.
Namun munculnya jajanan kekinian agaknya mulai menggeser kepopuleran jajanan pasar
Berikut TribunPadang.com rangkup, jajanan tradisional yang mulai sulit ditemukan saat Tribunners ke Kota Bengkuang ini:
1. Lompong Sagu

Kue lompong sagu menjadi salah satu kue khas tradisional Minang.
Keberadaannya yang sudah mulai sulit ditemukan menjadikan kue ini buruan para penikmat kuliner ketika berkunjung ke Sumatera Barat.
Kue yang terbuat dari tepung sagu yang dicampur dengan pisang kepok, santan,kelapa, dan gula aren ini memiliki rasa yang nikmat untuk dicoba.
Ditemui TribunPadang.com, Darwis, seorang penjual kue tradisional yang sudah berjualan sejak tahun 1986.
"Saya membuat adonannya di rumah, dengan bantuan istri," kata Darwis.
Ia mengaku kue ini memang sudah sulit ditemukan sekarang.
Kue Lompong Sagu ini ia bungkus memakai daun pisang kemudian dipanggang di atas tungku atau bara api.
Sehingga kue ini memiliki aroma khas sisa pemanggangan tersebut.
Kue ini terasa lebih menggoda ketika baru saja melalui proses pemanggangan.
Perpaduan rasa manis dan tekstur yang kenyal menjadikan kue ini terasa begitu nikmat saat lidah kita merasakannya.
• TRIBUNWIKI : Tempat-tempat Wisata yang Ada di Kota Padang
• TRIBUNWIKI Pondok Ikan Bakar di Padang, Manfaatkan Aneka Rempah hingga Bakar Pakai Batok Kelapa
• Lapau Vespa Cafe di Padang, Sulap Vespa Jadi Tempat Nongkrong dan Menikmati Kuliner
Satu buah Lompong Sagu Darwis jual dengan harga Rp 3 ribu.
Ia menjual kue lompong sagu ini dengan gerobak roda 3 berwarna biru di Jalan Belakang Olo, Simpang Sari Anggrek.
Ia menjajakannya mulai pukul 16.00 WIB.
Dalam sehari bapak kelahiran 1950 ini bisa menjual sekitar 100 buah lompong sagu.
"Saya jualan sampai sehabisnya aja, kadang sebelum jam enam sudah habis," tutupnya.
Ungkapannya tersebut sebagai bukti kue tradisional yang langka ini masih banyak peminatnya.
2. Kue Singgang Khas Minang

Banyaknya bermunculan kue kekinian tidak membuat makanan tradisional kehilangan pecinta kuliner.
Seperti makanan khas daerah Sumatera Barat, yaitu kue singgang.
Kue ini kini sulit ditemukan namun masih laris manis di pasaran.
Seorang penjual kue singgang di Padang, Fikra mengatakan untuk membuat kue khas Minang ini hanya menggunakan bahan-bahan yang sangat mudah didapatkan.
Bahan-bahan yang digunakan yaitu tepung beras, garam, gula pasir, santan kelapa, dan parutan kelapa muda.
Sedangkan untuk membungkus bahan yang telah diolah tersebut, membutuhkan selembar daun.
Fikra menggunakan daun waru sebagai pembungkus kue singgang buatannya.
Daun waru diletakkan di atas kaleng bekas yang telah dibentuk agar ukuran kue singgang ini sama besar.
• Galamai Oleh-oleh Khas Kota Payakumbuh Sumatera Barat, Hitam, Manis, Kenyal Ketika Dimakan
"Bahan yang telah diaduk kemudian dituangkan ke dalam cetakan satu per satu," kata Fikra.
Pengamatan TribunPadang.com, Fikra memasak kue singgang menggunakan oven secara tradisional.
Kue dipanggang di atas bara sabut kelapa yang telah dibakar.
Kemudian di letakkan di atas pemanggang tradisional tersebut.
Tak butuh waktu lama untuk memanggangnya.
Hanya perlu menunggu kuenya terlihat agak menguning dan tidak lembek seperti adonan sebelumnya.
"Sekitar 5-7 menitan biasanya udah matang," ujar pria berumur 19 tahun ini.
Dari bahan pembuatannya, sudah bisa dibayangkan betapa lezatnya kue singgang ini untuk dinikmati saat masih hangat.
Untuk harganya, Fikra menjual per satu kue singgang seharga Rp 1500.
Sedangkan dengan harga Rp 10 ribu pembeli bisa mendapatkan tujuh buah kue singgang.
Fkira mengatakan, kue singgang jualannya ini laku sebanyak 700 buah dalam sehari.
Harganya yang terjangkau, serta rasanya yang lezat tentu kue tradisional ini masih laris manis.
Meskipun berjualan hanya mengandalkan gerobak yang menetap di Pasar Alai, kue singgang ini juga dijual di daerah Ampang dan Siteba.
3. Sala Lauak

Sala Lauak menjadi salah satu gorengan khas Ranah Minang.
Sala lauak merupakan cemilan yang berasal dari Kota Pariaman yang berada di kawasan pesisir Sumatera Barat.
Tak hanya di Pariaman, keberadaan cemilan legendaris yang berupa gorengan ini bisa ditemukan para penikmat kuliner di kawasan Pasar Raya Padang.
Ditemui TribunPadang.com, Dasman bersama istrinya Marleni, seorang pedagang kaki lima sedang berjualan gorengan.
Di antara jenis gorengan yang ia jual terdapat sala lauak.
Ia mengatakan sudah tiga tahun berjualan sala lauak di Pasar Raya Padang.
"Saya membuat adonannya di rumah, jadi tinggal dibulat-bulatkan saja di sini" kata Dasman.
Dasman mengatakan bahan yang ia gunakan adalah tepung beras, ikan, bawang merah, bawang putih, ragi, garam, kunyit, daun kunyit dan bumbu penyedap.
"Setiap pedagang beda bahannya, beda pula cara membuatnya," ujarnya.
Lalu ia menjelaskan tahapan pembuatannya pertama tepung beras tersebut direndang terlebih dahulu.
"Dirandang dulu tapuang, masiak-masiakan," kata pria kelahiran 1978 ini.
Marleni juga menjelaskan bahan-bahan tersebut digiling sampai halus terlebih dahulu.
Sedangkan untuk ikannya sendiri Marleni mengatakan ikan tersebut direbus hingga dagingnya matang dan lunak.
"Biar tulangnya juga lunak, jadi gampang diolah," jelas perempuan berumur 35 tahun ini.
Sala lauak yang mereka jual biasanya menggunakan jenis ikan asin, ikan sarden, dan ikan sala.
"Ada sebagian yang menggunakan terasi," ungkap pria bertopi putih ini.
Kemudian, iris-iris daun kunyit yang telah disediakan.
Dasman menambahkan siapkan air yang sudah matang kemudian diberi gencu makanan.
"Aia nyo sampai manggalagak baru disiraman," jelasnya.
Lalu, tambahnya, masukkan bahan-bahan yang sudah digiling, daun kunyit yang sudah diiris halus ke dalam panci yang sudah berisi air dan masak sampai mendidih.
Kemudian masukan bumbu penyedap.
"Kalau kami pakai bumbu royco rasa sapi," kata Marleni.
Das mengatakan jangan terlalu banyak air, mending ditambah sedikit demi sedikit daripada langsung banyak.
Jika sudah mendidih masukkan tepung yang sudah dirandang tadi.
Kemudian aduk sampai rata (masih di atas kompor).
"Sakit tangan pas ngaduknya," canda Marleni .
Lalu, tambahnya jangan mengaduk adonan dalam air dingin karena sala akan keras dan tidak renyah.
Jika sudah rata adonan sala lauak tersebut siap untuk dibulatkan kecil-kecil.
"Kalau kami jualnya ukuran kecil saja," kata Das.
Setelah dibulatkan kecil-kecil, masukkan ke penggorengan yang panas.
"Nanti kalau sudah berwarna kuning agak kemerahan, baru diangkat, biasanya itu sudah gurih," tutur Marleni.
Das menjual sala lauak ini dengan harga Rp 100 rupiah per butirnya.
Dalam sehari mereka bisa menjual 5-6 kilogram.
"Kami berjualan di Pasar Raya ini mulai dari pukul 7 pagi hingga pukul 8 malam," tutupnya
4. Kue Putu

Kue putu, jajanan tradisional Indonesia yang melegenda dan tetap bertahan hingga sekarang.
Meskipun saat ini sulit ditemukan, namun peminat dari jajanan legendaris ini cukup banyak sampai kini.
Bagi masyarakat Kota Padang yang sedang merindukan jajanan tradisional ini bisa menemukan Kue Putu ini di Simpang Masjid Baiturrahman Jati, Jalan Jati IV No 2, Padang.
Yazi Wirza Ikhsan (26), menjual jajanan tradisional ini dengan dua jenis yaitu Kue Putu Bambu dan Kue Putu Mayang.
"Gaada beda, bahannya sama, bentuk dan cara penyajiannya saja yang beda," jelasnya saat ditemui TribunPadang.com.
Yazi mengatakan bahan yang digunakan saat membuat kue putu adalah tepung beras.
"Tepung beras direndam, paginya digiling ke pasar. Setelah dari pasar dikukus lagi sampai matang," kata Yazi.
Untuk penyajian kue putu bambu, Yazi mengatakan saat tepung beras kasar tersebut telah jadi, kemudian diberi air dan sedikit garam biar rasanya lebih gurih.
Cara membuatnya pun unik.
Campuran tepung beras tersebut dimasukkan ke dalam potongan bambu yang berbentuk tabung kemudian diisi dengan irisan gula merah kemudian dikukus dengan cara menaruhnya diatas uap panas.
Lalu, Yazi menjelaskan hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit, kue putu yang telah diuapi ini telah siap untuk disajikan.
Nantinya saat di makan, adonan tersebut akan bercampur manis berpadu didalam mulut.
Saat digigit, campuran antara tepung beras dan gula merah akan meleleh.
Sedangkan untuk Kue Putu Mayang, Yazi mengatakan adonannya sudah jadi dari rumah.
"Tepung beras di masak dengan air panas, dibentuk dengan menggunakan cetakan mie," jelas pria asal Bukittinggi ini.
"Kue putu ini dimakan pake kelapa dan gula merah yang sudah cair, tapi biasanya orang Medan pake gula pasir," tutur Yazi lagi.
Kemudian kue putu yang telah jadi ditaruh di atas plastik mika bening.
"Kalau ada yg gamau, dilapisi pake daun pisang juga bisa," tambahnya.
Yazi mengatakan peminat Kue Putu Bambu lebih banyak disukai konsumen dibandingkan dengan Kue Putu Mayang.
Dalam sehari Yazi bisa menjual 150 Kue Putu Bambu, sedangkan untuk Kue Putu Mayang hanya 50 pcs.
"Kadang ada yang sekali beli langsung 50 buah, tapi kalau biasanya konsumen beli 5-10 buah," ujar Yazi.
Cukup siapkan Rp 2 ribu untuk satu potongnya, camilan ini cukup nikmat untuk menemani sore hari Tribunners.
Yazi mengatakan ia mulai berjualan dari pukul 16.00 hingga pukul 22.00 WIB.
"Kecuali Hari Minggu, gak berjualan, libur," tambahnya.
Ditemui Yusuf sedang membeli jajanan tradisional ini.
Ia mengatakan anaknya menyukai Kue Putu Mayang.
"Kue kaya gini sekarang agak susah dicari di sini," tuturnya.
Lalu, pria asal Medan ini bercerita kalau di kampung halamannya orang-orang berjualan kue putu dengan dipikul keliling kampung.
"Kalau di Medan makannya pakai gula pasir, Kalau di sini lebih banyak milih gula merah," tutupnya.
5. Roti Tenong Khas Padang Panjang

Tribunners tau ga sih apa itu roti tenong?
Roti tenong merupakan kuliner tradisional khas Padang Panjang, Sumatera Barat.
Pengertian tenong itu sendiri ada dua options.
Pertama, menurut Suci Siltami, Owner "Roti Tenong Cheesee" arti tenong merupakan tempat penggorengan untuk roti itu sendiri
"Tapi tenong itu sendiri kita gunain jadi setelah digoreng untuk peniris minyak nya itu di tenong itu,"
Bentuknya tradisional dari rotan, tambahnya.
Kedua, Suci pernah bertanya saat berkunjung ke Pasar Padang Panjang.
Tenong tersebut ialah nama orang yang memiliki roti tenong tersebut.
Selain itu, melansir dari KBBI arti tenong itu sendiri adalah bakul bundar.
Bermula dari daerah Padang Panjang, kini roti tenong bisa ditemui di Tugu Simpang Haru Padang.
Suci Siltami mengatakan usaha kulinernya ini berawal dari hobinya di bidang kuliner, dan ia sering makan kue tenong yang ada di daerah Padang Panjang.
"Orang-orang yang udah biasa makan di situ, jadinya terobatilah gak harus ke Padang Panjang, karena udah ada di sini," kata Suci.
Roti tenong di Padang Panjang udah hitz banget, akhirnya terinspirasilah, ceritanya.
Roti tenong miliknya ini terdapat isian vla vanilla di dalamnya, dan bagian luarnya diberi topping yang lagi hits juga, agar kekinian.
Ingin membuat suatu hal yang beda, tapi konsep sama dengan kue tenong itu sendiri.
"Bedanya sama yang di sana, kita ada vla vanilla nya sih, kecuali untuk varian choco manggo,"
Selain itu, adonannya juga beda, lebih dikurangi rasa telornya.
"Aku pribadi ga terlalu suka amis sih," ungkap Suci
Rotinya dipilih yang tidak terlalu menyerap minyak, dan memiliki pori pori roti yang rapat.
"Pas dibelah gak ada minyaknya, kemudian barulah dimasukin vlanya," ulas perempuan kelahiran 1991 ini.
Jadi roti tenong ialah roti yang digoreng.
Tahap pembuatannya, roti dimasukkan ke dalam telur dan digoreng.
Kemudian dibelah dulu dan dimasukkan vla vanilla, terus barulah ditaburi sesuai dengan topping yang diinginkan.
Roti tenong miliknya ini memiliki topping yang beraneka ragam, sekitar 19 rasa.
"Yang premier varian greentea, cappucino, dan choco manggo, sedangkan best seller nya rasa tiramisu, mozarella, dan nutella," jelasnya.
Roti tenong yang terletak di depan tugu Simpang Haru ini kini juga memiliki menu baru roti, tenong ice cream.
"Di daerah Padang Panjang roti tenongnya hanya ditaburi mises dan keju, dan di rotinya lebih terasa telor," kata Suci.
Suci menambahkan, roti tenong ini juga sudah terkenal di beberapa luar daerah Sumatera Barat, seperti di Jakarta dan Medan.
Saat di Tugu Gempa pernah kedatangan orang yang lagi dinas di Inna Muara, orang-orang Jakarta, ceritanya.
"Karna namanya menarik, roti tenong itu apa?
"Digoreng kok minyaknya ga ada ya," ujar beberapa pembeli.
"Tapi tetap terkenal dengan Roti Tenong Khas Padang," tegas Suci.
Roi tenongnya kini di Padang sudah memiliki dua cabang, pertama di depan tugu Simpang Haru buka mulai pukul 16.00 WIB dan di Tugu Gempa pukul 18.00 WIB.
"Roti yang tradisional kita bikin jadi modern, bisa disukai semua kalangan umur," tutupnya.
6. Pisang Bakar Santan Khas Bukittinggi

Masakan asal Minangkabau Sumatera Barat sudah dikenal banyak menggunakan santan.
Ntah itu makanan utama, makanan selingan, kue tradisional, hingga minuman.
Ditemui TribunPadang.com, Ami Zanith pemilik usaha Pisang Bakar Santan di Jalan Bakti 1 No 12 A Banjir Kanal Alai Parak Kopi.
Ia mengatakan awalnya ia mencoba jajanan pisang bakar santan ini di Bukittinggi.
"Setau saya emang jajanan dari Bukittinggi, gampang di sana nemuin, ada di Pasar Atas, ada di Belakang Balok," sebutnya.
Karena dirinya dan suami menyukai pisang, terutama pisang bakar santan ini, jadilah ia tertarik untuk mencoba membuka di daerah Padang.
"Awalnya nyoba, terus suka. Ngeliat cara bikinnya waktu beli, terus nyoba sendiri," cerita perempuan kelahiran Payakumbuh ini.
Menurut pantauan TribunPadang.com, pisang tersebut dipanggang beserta kulitnya.
Ami mengatakan proses pemanggangan ini sekitar 7-10 menit.
Lalu, jika pisang tersebut sudah terlihat layu dan lunak, baru diangkat.
Sebelum diletakkan di atas piring, terlebih dahulu buka kulit pisangnya.
Jika sudah, letakkan dalam piring dan disiram dengan saus santan.
Ami menyajikannya dengan roti gabin dan roti tawar.
"Awalnya pengunjung bisa milih, tapi karena saat ditanya pengunjung jawabnya terserah, yasudah dua dua nya saja saya sajikan," kata Ami sambil tersenyum.
Pisang Bakar Santan buatan alumni Universitas Bung Hatta ini dibandrol dengan harga Rp 10 ribu.
Berarti dengan membayar Rp 10 ribu, Tribunners sudah mendapatkan 1 porsi yang isinya tiga buah pisang bakar, satu roti tawar, satu roti gabin yang sudah disiram dengan saus santan.
Ami mengatakan bisa menjual hingga 50 porsi dalam sehari.
"Kadang ada yang kaget, kok biasanya ini ada di Bukittinggi sekarang ada di Padang," sebutnya.
Bagi yang berminat ingin mencoba pisang bakar santan ini sudah mulai bisa dipesan sejak pukul 13.30 WIB hingga 20.00 WIB, dan libur di Hari Minggu.
"Kadang ada juga yang mesen lewat Go Shop, atau mesen lewat whatsapp," tutupnya.
7. Lontong Stengkel

Lontong salah satu menu sarapan andalan orang Indonesia, khususnya Sumatera Barat.
Lontong di sini disuguhkan dengan kuah santan yang memiliki bumbu kental khas masakan Minang.
Urang Awak (Orang Minang) menyajikan lontong dengan berbagai jenis gulai.
Di antaranya gulai cubadak, gulai paku, tauco, kuah pical, dan lain-lain.
Ditemui TribunPadang.com, bisnis lontong yang dikelola Elok Yanni Melko menyajikan lontong dengan jenis gulai yang berbeda.
Ia spesial menyajikan lontong gulai tunjang dan lontong stengkel.
Tribunners sudah tau apa itu stengkel?
Stengkel merupakan tulang kaki sapi. Yap benar, bisnis lontong Elok "Lontong Stengkel Edhara" ini menyajikan lontong dengan tulang kaki sapi.
Satu porsi lontong stengkel ini seharga Rp 12 ribu.
Elok mengatakan memakan stengkel sebenarnya tidak membutuhkan keahlian khusus.
"Makannya gak boleh jaim," kata perempuan berusia 35 tahun ini.
Harus sabar saat mempreteli lemak-lemak yang melekat pada tulang.
Membutuhkan alat makan yang lengkap saat memakannya mulai dari sendok, garpu, hingga pisau.
Tak lupa pada saat memakan ini sebaiknya sediakan sedotan, agar saat menyeruput sumsum yang berada di dalam tulang ini lebih nikmat.
Dan yang paling penting harus gigih untuk menyudahi sarapan ini, karena kata Elok, butuh waktu paling cepat 30 menit untuk mengakhiri ritual yang bagi sebagian orang dianggap cukup ribet ini.
Bisnis lontong ini sudah dikelola Elok sejak dia resign dari Posmetro Padang, dan sudah pernah mangkal di beberapa lokasi.
Seperti Gunung Pangilun, Simpang Haru, Jati, dan kini Lontong Stengkel Edhara mangkal di Banda Bakali Simpang Haru, Jalan Pulai, Jati Parak Salai, Kota Padang. Persisnya di depan eks studio Sinar Padang Record.
Jika dulu berjualannya di malam hari, sekarang lontong ini hanya bisa dinikmati di pagi menjelang siang setiap harinya, mulai pukul 06.30 hingga pukul 12.00 WIB, kecuali Jumat.
Saat TribunPadang.com berkunjung ke sana, terlihat pengunjung tidak henti-hentinya untuk membeli.
Lontong stengkel Edhara menyajikan 4 meja berukuran panjang, 1 meja kecil, sehingga pengunjung bisa menikmati lontong stengkel ini langsung di tempat.
"Juga sudah bisa dipesen melalui aplikasi gojek," tambah Elok.
Edi Yogantoro, salah satu pembeli yang ditemui pagi itu mengatakan dirinya hampir setiap pagi sarapan di sini.
"Saya gak makan nasi, jadi ke sini mesen gulai tunjang nya saja, dagingnya enak dan empuk. Saya juga bawa untuk bekal ke kantor," sebutnya.
Nah itu dia jajanan tradisional yang masih bertahan hingga sekarang di daerah Kota Bengkuang ini. (*)